Pendidik di Era 4.0



Saya pernah membaca artikel yang kurang lebih isinya mengkritisi sistem pendidikan kita saat ini. Ada satu kalimat dari artikel tersebut yang masih saya ingat sampai sekarang yang bunyinya, “Gurunya manusia abad 20, muridnya abad 21 dan sistem pengajarannya abad 19”. Hal tersebut terdengar ironi dan menggelikan sekali. Namun sedikit banyak hal seperti itulah yang terjadi di lapangan. Dimana guru senior yang gagap teknologi bertemu dengan anak milenial yang banjir data maupun informasi. Dimana guru nir kreatifitas bertemu dengan murid yang kaya imajinasi. Dimana guru yang tidak meng-upgrade ilmunya bersanding dengan murid yang produktif sekali. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana proses pembelajarannya?

Diakui atau tidak, zaman memang sudah berubah, dimana guru atau pendidik bukan lagi menjadi satu-satunya penyedia informasi untuk anak didiknya. Ada banyak arus informasi digital dan berbasis komputasi yang bisa diakses murid dengan mudahnya. Hal serupa juga diaminkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan,”Dunia cepat berubah, kita harus mampu cepat adaptif dengan tetap menjaga karakter Indonesia,”. Demikian halnya dengan sistem pendidikan kita yang mengalami disruptif akibat revolusi industri 4.0, maka sebaiknya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan harus adaptif menyikapi perubahan tersebut.

Revolusi industri 4.0 secara umum diketahui sebagai perubahan cara kerja berbasis internet atau inovasi teknologi. Sebagaimana menurut Frey & Osborne (2013) berbagai variabel pekerjaan dan kemungkinan kerentanaan tergantikan oleh komputerisasi. Mungkin saja beberapa tahun ke depan, beberapa pekerjaan terkait pengulangan, administrasi, notulensi dan lain sebagainya akan tergantikan oleh teknologi.

Era 4.0 merupakan saatnya manusia bukan lagi bekerja sesuai perintah, namun harus memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik dan berkolaborasi serta mampu berpikir kritis serta kreatif dan inovatif. Begitu juga dengan sistem pendidikan yang mengalami pergeseran metode dengan teknologi. Ruang guru dan quipper merupakan contoh bagaimana disrupsi teknologi dalam bidang pendidikan. Dimana proses pembelajaran berlangsung secara daring tanpa tatap muka atau di ruang kelas. Seorang murid dengan mudahnya dapat mengakses video pembelajaran dan materi yang ingin dipelajari melalui gadget atau smartphone-nya. Lantas dimana proses melatih kecakapan komunikasi anak jika semua digantikan teknologi?

Hal selanjutnya yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana kita sebagai guru menyiapkan manusia yang dapat survive menghadapi era 4.0? Bagaimana kita sebagai pendidik mencetak manusia yang memiliki kreatifitas yang tak tergantikan oleh teknologi? Bagaimana kita sebagai guru dapat menjadi role model dapat ditiru dalam hal kehidupan?  Bagaimana kita sebagai guru dapat memberi contoh maupun pengalaman yang berkesan dalam pembelajaran?

Menurut Menteri Ristekdikti (2018) setidaknya ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki guru/pendidik di era sekarang yaitu, Pertama, Educational competence, kompetensi berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini. Kedua, Competence in research, kompetensi membangun jaringan untuk menumbuhkan ilmu, arah riset dan terampil mendapatkan grant internasional. Ketiga, Competence in technological commercialization, punya potensi membawa grup atau muridnya pada komersialisasi dengan teknologi atas inovasi dan penelitian. Keempat, Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap budaya. Kelima, Competence in future strategies, dimana dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga dapat memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.

Maka dari itu, sebaiknya kita sebagai guru atau pendidik turut berbenah diri dan meng-upgrade ilmu guna perbaikan sistem pendidikan kita. Di samping itu, sebagai guru kita perlu mengajarkan siswa untuk belajar dengan cara milenial bukan hanya milenial di social media. Tabik!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fieldtrip: Eksistensi atau Esensi?

5 Idioms To Use In Your Writing